|
Bali...............,
sekali lagi aku sebagai orang Bali
Sekali lagi aku terperangah dengan
keunikan adat istiadat Bali, khususnnya adat istiadat di
kampungku. Aku ceritera lagi tentang apa yang aku alami tentang Bali.
Mudah-mudahan tidak bosan membacanya.................
|
Hari Rabu tanggal 10 September 2008, jam 7.30 pagi, sepulang aku
mengantar anak ke sekolah, aku menerima telepon dari adik ibu di Bali
yang mengabarkan Bapak telah meninggal dunia tadi jam 7.00 WIT. Aku tidak
menyangka bapak telah tiada, walau aku menyadari umur bapak 85 tahun,
sudah cukup tua untuk tertap hidup, karena selama ini bapak hanya bisa
tidur dilayani ibu yang juga sudah tua 78 tahun. Aku ikhlas bapak pergi
semoga diterima disisiNya.
Dari pembicaraan ditelepon aku belum
mendapat informasi bagaimana rencana prosesi selanjutnya, karena aku
sebagai anak satu-satunya harus segera pulang untuk menentukan apa yang
akan dilakukan. Malam harinya aku pulang sendiri tanpa dengan keluarga
memakai pesawat Mandala, sampai dirumah tengah malam kudapati adik-adik sepupuku tidur di lantai
rumah didepan kamar pembaringan menjaga bapak yang sudah meninggal.
|
|
|
Balai dangin tempat pembaringan jazad bapak setelah selama empat
hari dianggap belum meninggal |
Malam yang sangat hening membikin suasana hati lain dari biasanya,
tak ada rasa takut, tampak bapakku seperti tidur, seperti tidak meninggal,
hanya kaku dengan wajahnya yang tampak tua. Suatu hal yang tidak
seperti biasanya aku lihat kenapa bapak masih ditidurkan di kamar, tidak
di tempat kan di
bale dangin.(Bale
dangin adalah suatu balai yang dibangun di tengah-tengah pekarangan
berfungsi untuk tempat penyelenggaraan kegiatan upacara adat termasuk
pembaringan anggota keluarga yang meninggal untuk mendapatkan upacara)
Dari adik sepupuku aku
mendapat penjelasan bahwa:
|
Bapak meninggal tepat pada
saat ada upacara di
pura setra
(tempat kuburan) yang
diselenggarakan oleh masayarakat kampung saya. Upacara berlansung selama
4 hari, jadi selama itu meninggalnya bapak tidak boleh diumumkan di
masyarakat banjar, supaya tidak membatalkan upacara. Jadi selama itu bapat dianggap
belum meninggal, masih tidur dikamar dan tidak dipindah ke balai dangin. |
|
Untuk menghindari pembusukan,
bapak di infus formalin, kelihatannya seperti orang tidur, tapi kaku,
kulit kesat tanpa ada bau sama sekali. |
|
Selama empat hari empat
malam kami sekeluarga menjaga bapak, tanpa dikunjungi saudara-saudara
maupun masyarakat kampung karena mereka tidak boleh datang ketempat
orang meninggal karena sedang menyelenggarakan upacra di pura. |
|
Setelah hari ke lima saya
bersama pak lik, menghadap ketua banjar untuk mengumumkan meinggalnya
bapak ke anggota masyarakat serta meminta hari pelaksanaan upacaranya
pada pendeta
dan bendesa
(ketua adat) |
|
Kami sekeluaga sepakat akan
menyelesaikan upacara untuk bapak sampai tuntas dengan pembakaran (ngaben)
dan nganyut kelaut , karena saya tinggal di Jawa sangat
sulit untuk bolak balik menyelenggarakan upacara secara bertahap-tahap. |
|
Di ketua banjar tidak ada
masalah anggota banjar siap turun besok harinya, Pendeta yang akan
menjalankan upacara siap hanya karena pada saat itu juga bertepatan
dengan masih berlangsungnya hari raya Galungan-Kuningan, upacara yang
bisa dilakukan hanya
mekingsan digeni
(yaitu upaca pembakaran
tanpa upacara penganyutan. Dikemudian hari harus diupacarakan kembali
sampai tuntas). Di Bendesa ketua adat berbeda lagi pemdapatnya, mekingsan
digeni tidak bisa dilakukan, harus dikubur, dikuburpun statusnya
nyulubin
(yaitu penguburan tanpa
upacara penenguburan sedangkan upacara penguburan baru boleh
dilaksanakan tujuh hari lagi setelah berakhirnya hari raya
Galungan-Kuningan) Upacara
Ngaben
(pembakaran dan penganyutan)
baru boleh dilaksantah 2 tahun lagi. |
|
Wah-wah, di Bali ini mau
meninggal saja sulitnya bukan kepalang, apakah saya harus bolos tidak ke
ke kantor sampai 3 minggu? rasanya tidak mungkin. Saya putuskan untuk
balik ke Jogja karena saya sudah bolos selama satu minggu.
|
|
|
|
Warga banjar datang menyambang |
Saat upacara pemandian |
Satu lagi keunikan adat
istiadat Bali, membikin hidup ini menjadi tidak praktis:
|
Orang meninggal harus
dianggap masih tidur belum meninggal. masyarakat harus pura-pura tidak
dengar. |
|
Rencana pembakaran
(kremasi) tidak bisa dilakukan, tapi yang akan dilakukan hanya
pura-pura belum dibakar (tapi senyatanya akan dibakar) sampai hari tertentu
yang di perbolehkan untuk upacaranya. Ini pun tidak jadi dilaksanakan
akibat perbedaan pendapat antara ketua banjar, pendeta dan bendesa.
Kemudian diputuskan untuk dikubur. |
|
Acara penguburanpun
tidak bisa dilakukan, dianggap belum dikubur (walau senyatanya memang
dikubur) sampai hari tertentu baru boleh dilaksankan upacara
penguburannya. |
|
|
|
Kembali kebalai untuk memberi kesempatan sanak saudara
memberikan penghormatan |
Apakah ini suatu keunikan atau
keanehan yang membikin masyarakat menjadi puyeng untuk melaksankannya.
Inipun dirasakan hampir oleh setiap orang yang pernah saya mintakan
pendapatnya. Rata-rata mereka menganggap adat-istidat ini banyak
membikin hidup orang menjadi sulit dan tidak praktis. Nyatanya beberapa
daerah yang lebih maju sudah ada yang meninggal kan adat istiadat yang
tidak praktis ini.
Suatu keunikan adat yang mengagumkan untuk menjadi tontonan para touris
tetapi sangat menyulitkan kehidupan masyarakat Bali untuk
melaksanakannya, terutama
mereka yang bekerja sebagai pegawai negeri, bank, atau perusahan suasta.
Instansi mana yang mengijinkan jika stafnya minta bolos berturut-turut
selama 3 minggu tidak kerja untuk menyelenggarakan kegiatan adat
tersebut?.
|
|
|
Berangkat ke kuburan, dihantar sanak saudara dan masyarakat kampung |
Seharusnya forum parisada Hindu
Dharma sudah melakukan pembaharuan-pembaharuan terhadap adat istiadat
yang mungkin hanya cocok untuk dilaksanakan pada zaman agraris dulu
dimana setiap orang bekerja tidak terikat oleh waktu dinas yang ketat
seperti sekarang ini. Ataukah kita harus tetap hidup dengan tatacara
hidup dizaman dulu itu demi hanya kebanggan terhadap adat istiadat
yang katanya dikagumi oleh orang mancanegara. Apakah mereka justru
sebenarnya merasa heran melihat ketidak rasionalan masayrakat Bali dalam
menjalankan hidupnya ???.
Hanya keluhan dan guman yang
bisa dilakukan
|
|
|
Peristirahatan terakhir, tapi dianggap belum dikubur.
|
Aku, ibuku dan keluargaku,
Selamat jalan Bapak |
|
|
Topik lain :
Baliku
cantik,
Bali....sekali lagi,
Jogja graffiti,
Jogja
problem sosial
|
|
|
|