Home
Tentang Kami
Staf Kami
Pelayanan Kami
Alat Ortodontik
Perawatan Ortodontik
Kasus Ortodontik
Kontak Pasien
Kontak Sejawat
Tip Profesi
Kontak Mahasiswa
Publikasi Ilmiah
Intermezzo
Galeri Foto
Yang baru hari ini
Berita dan
Opini
Jogja graffiti
Problem sosial
Baliku cantik
Baliku,........oh,
Bali....sekali lagi
Web
Link
UGM
FKG UGM
FKG-UGM
(new web)
OrtodonsiaFKG UGM
DentisiaFKG UGM
DentisiaFORUM
Web UGM
E-lisaUGM
Wikipedia
Website Teman
Sejawat :
drg.
Cendrawasih AF.
drg. Ika Dewi Ana Phd.
|
Publikasi Ilmiah..............................
Secara berkala karya ilmiah kami sajikan dalam ruang ini, materinya dapat
berupa hasil penelitian kami, studi pustaka, atau karya tulis lainnya yang
kami kutip dari pelbagai sumber yang mungkin dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan . Silahkan simak sajian berut ini.......
|
|
Publikasi
ilmiah 3 :
Edisi
ini menyajikan karya tulis
drg
Wayan Ardhana,MS.SpOrt.
Bagian Ortodonsia FKG UGM
|
HUBUNGAN
ANTARA PENGUKURAN INKLINASI GIGI INSISIVUS SENTRAL SECARA LINIER PADA
MODEL STUDI DENGAN PENGUKURAN SECARA ANGULER PADA
SEFALOGRAM LATERAL
Wayan Ardhana
Bagian Ortodonsia FKG UGM
|
|
PENDAHULUAN
Dalam
perawatan ortodontik kasus-kasus maloklusi yang paling sering
menjadi keluhan utama pasien adalah kasus gigi anterior berjejal
dan kasus protrusif. Kasus-kasus ini berkaitan langsung dengan
aspek estetika yang sangat berpengaruh terhadap penampilan wajah
pasien. Penampilan wajah seseorang didaerah muka sepertiga bagian
bawah sangat ditentukan oleh posisi bibir sedangkan posisi bibir
sangat ditentukan oleh inklinasi gigi anterior. 1
Waldman meneliti perubahan kontur bibir
pada retraksi gigi insisivus atas mendapatkan retrusi tepi insisal
gigi insisivus atas mengakibtkan terjadinya pengunduran posisi
bibir dan perubahan sudut kemiringan insisivus mengakibatkan
terjadinya peningkatan sudut nasolabial.2 Talass dkk.
menyatakan bahwa pengaturan posisi gigi insisivus maksila dapat
memperbaiki penampilan bibir atas dan bibir bawah. 3
Keadaan gigi berjejal terjadi karena
adanya ketidakseimbangan antara ukuran gigi dengan ukuran rahang
dapat mengakibatkan susunan gigi menjadi tumpang tindih dan
rotasi. Apabila ketidak seimbangan ini tidak menimbulkan keadaan
berjejal, gigi anterior akan terdesak ke depan sehingga
mengakibatkan kedudukan gigi depan menjadi miring ke depan (protrusive).4
Setiap tindakan ortodontik dikatakan
dapat mencapai suatu keadaan yang memuaskan apabila dapat
mengatasi keluhan utama pasien yaitu dengan dapat dicapainya
penampilan wajah pasien yang lebih harmonis dan seimbang. Keadaan
harmonis dan seimbang ini sangat ditentukan oleh susunan gigi yang
teratur dengan inklinasi dan angulasi gigi anterior yang baik
sesuai dengan kriteria oklusi normal. 5.6
Pada penentuan diagnosis dan evaluasi
hasil perawatan ortodontik inklinasi gigi insisivus merupakan
salah satu faktor yang selalu dipertimbangkan dalam menetapkan
estetika wajah pasien. Inklinasi gigi insisivus sentral di
ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan/angulasi gigi
pada sefalogram lateral melalui analisis sefalometri.
Analisis sefalometri sampai saat ini
merupakan suatu metoda analisis yang paling dipercaya untuk
mengevaluasi kasus-kasus ortodontik disamping pemeriksaan secara
klinis dan analisis pada model studi. Pemeriksaan secara klinis
hanya mendapatkan informasi yang lebih terbatas jika dibandingkan
dengan pemeriksaan yang dilakukan pada model studi akibat
keterbatasan sudut pandang terhadap setruktur jaringan di dalam
mulut. Pemeriksaan pada model studi hanya dapat
mengidentifikasikan kelainan hubungan gigi terhadap antagoninsnya,
serta analisis posisi gigi-gigi terhadap masing-masing rahangnya.
Apabila maloklusi yang terjadi melibatkan hubungan rahang,
klasifikasi menjadi lebih komplek sehingga analisis yang dilakukan
pada model studi saja menjadi tidak selalu dapat dipercaya. 7
Analisis dental Downs menggunakan
pengukuran sudut inter insisal, sudut IMPA, sudut sumbu
insisivus bawah terhadap bidang oklusal dan pengukuran jarak
linier tepi insisal insisivus atas terhadap garis AP
8.9, sedangkan pada analisis dento-alveolar,
Rakosi menggunakan bidang Sella-Nasion dan bidang palatal
sebagai referensi untuk menentukan angulasi gigi insisivus pertama
atas dan bidang mandibula untuk gigi insisivus pertama bawah.7
Pada perawatan ortodontik yang tidak
dilengkapi dengan analisis sefalometri, analisis biasanya
dilakukan secara kualitaif dengan mengamati secara langsung pada
penampilan wajah pasien atau pengukuran pada model studi dengan
kaliper geser dengan menggunakan basis model sebagai referensi.
Menurut Jacobson, pengukuran inklinasi gigi insisivus pada model
studi dengan menggunakan basis model sebagai referensi dapat
menimbulkan kekeliruan akibat posisi basis cetakan model dapat
berbeda-beda pada beberapa model yang sama akibat perbedaan posisi
dan pengeprasan basis model (boxing). 7
Pada analisis Korkhous pengukuran pada
model studi dapat dilakukan dengan alat orthocross. Dengan
alat ini dapat ditentukan tinggi lengkung gigi dan
tinggi lengkung basis alvolaris .10 Perbedaan tinggi
lengkung gigi dengan tinggi lengkung basis alvolaris
ditentukan oleh derajat inklinasi labiolingual gigi insivus
pertama atas. Dengan alat ini inklinasi labiolingual
gigi insivus dapat ditetapkan secara linier dengan menggunakan
bidang oklusal sebagai referensi. Pengukuran inklinasi gigi
insisivus sentral pada model studi, didapat dengan mencari selisih
tinggi lengkung gigi dari inter molar pertama ke tepi insisal gigi
insisivus pertama dengan tinggi lengkung yang diukur sampai
kepuncak apek akar gigi insisivus pertama, pengukuran dilakukan
sejajar dengan permukaan oklusal lengkung gigi.
Tujuan dari penelitian ini untuk menguji
hubungan antara hasil pengukuran inklinasi labiolingual gigi
insisivus sentral yang diukur secara linier pada model studi
dengan hasil pengukuran secara anguler pada sefalogram lateral
(analisis sefalometri).
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan pada 60 model
studi dan 60 sefalogram lateral pra perawatan (26 laki-laki dan
34 perempuan), diambil secara random dari pasien ortodontik
praktek privat yang memenuhi kriteria sampel : Suku Jawa, Umur
15-20 tahun, sebelumnya belum dilakukan perawatan ortodontik,
tidak ada gigi anterior yang sudah dicabut atau direstorasi,
maloklusi Angle klas I dengan gigi anterior protrusif
Pengukuran pada model studi rahang atas
dan bawah dilakukan dengan alat orthocros (mm) terhadap:
tinggi lengkung gigi, tinggi lengkung basis alvolaris dan derajat
kemiringan (inklinasi labiolingual) gigi insisivus pertama secara
linier didapat dari selisih tinggi lengkung gigi dengan tinggi
lengkung basis alveolaris.
Gambar 1. Pengukuran tinggi lengkung gigi dan lengkung
basal pada model studi dengan alat
Orthocross
Pengukuran pada sefalogram dengan ptractor template (o)
dilakukan terhadap : a) Sudut sumbu insisivus sentral - bidang
palatal ( U1 PP), b) Sudut sumbu insisivus sentral atas - bidang
oklusal (U1 OP), c) Sudut sumbu insisivus sentral bawah - bidang
mandibula (L1 MP) dan d) Sudut sumbu insisivus pertama bawah -
bidang oklusal (LI OP).
Gambar 2.
Sudut-sudut yang diukur dengan protractor
template pada sefalogram lateral :
a. sudut ( U1 PP), b. sudut (U1
OP),
c. sudut (LI MP), d. sudut (L1 OP).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengukuran inklinasi labiolingual
gigi insisivus sentral didapatkan bervariasi dari +1mm hingga +
5mm pada rahang atas sedangkan pada rahang bawah didapatkan
bervariasi dari 2 mm hingga + 5mm, ini berarti bahwa inklinasi
gigi insisivus sentral pada rahang atas bervariasi dari posisi
tegak hingga miring ke labial sedangkan pada rahang bawah
bervariasi dari miring ke lingual hingga miring ke arah labial.
Data positif dan negatif dari hasil
pengukuran pada model studi ini dikonversi menjadi data positif
dengan menambahkan konstanta 5 sehingga semua data menjadi positif
agar dapat dikorelasikan dengan hasil pengukuran sefalogram
lateral yang kesemua data hasil pengukurannya bernilai positif.
Dari masing-masing 60 data hasil pengukuran inklinasi labiolingual
gigi insisivus sentral pada rahang atas dan bawah didapatkan
rerata dansimpang baku seperti pada tabel I
Tabel I :
Rerata dan Simpang Baku pengukuran
pada model studi dan sefalogram lateral
Input Data |
Pengukuran
|
n |
Rerata |
SB |
|
IL. RA. |
60 |
2.58 |
1.00 |
RA |
( U1 PP) |
60 |
122.34 |
5.16 |
|
(U1 OP) |
60 |
53.00 |
5.96 |
|
|
|
|
|
|
Il.. RB. |
60 |
1.40 |
1.81 |
RB |
(LI MP) |
60 |
244.92 |
1.86 |
|
(L1 OP). |
60 |
64.83 |
6.60 |
Keterangan
:
I1. RA : Inklinasi linier gigi insisivus sentral atas
I1. RB : Inklinasi linier gigi insisivus sentral bawah
(U1 PP) : Inklinasi anguler gigi insisivus sentral atas
terhadap bidang palatal
(U1 OP) : Inklinasi anguler gigi insisivus sentral atas
terhadap bidang oklusal
(L1 MP) : Inklinasi anguler gigi insisivus sentral bawah
terhadap bidang mandibula
(L1 OP) : Inklinasi anguler gigi insisivus sentral bawah
terhadap bidang oklusal
Tabel II : Uji Korelasi Antara Variabel Pengukuran pada
Model Studi (mm) dan Sefalogram Lateral (o)
Input Data |
(U1 PP) |
(U1 OP) |
|
n = 60 |
n = 60 |
I1. RA. |
r = + 0.33 |
r = - 0.16 |
|
p = 0.009 |
p
= 0.214 |
|
p > 0.05 (NS) |
p < 0.05 (S) |
Input
Data |
(L1 MP) |
(L1 OP) |
|
n
= 60 |
n
= 60 |
I1. RB. |
r = + 0.045 |
r = - 0.27 |
|
p = 0.734 |
p = 0.036 |
|
p > 0.05 (NS) |
p < 0.05 (S) |
Keterangan :
I1. RA : Inklinasi linier gigi insisivus sentral atas
I1. RB : Inklinasi linier gigi insisivus sentral bawah
(U1 PP) : Inklinasi anguler gigi insisivus sentral atas
terhadap bidang palatal
(U1 OP) : Inklinasi anguler gigi insisivus sentral atas
terhadap bidang oklusal
(L1 MP) : Inklinasi anguler gigi insisivus sentral bawah
terhadap bidang mandibula
(L1 OP) : Inklinasi anguler gigi insisivus sentral bawah
terhadap bidang oklusal
NS : Non signifikan
S : Signifikan
Dari uji korelasi yang telah
dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut : Pada rahang atas.
antara pengukuran inklinasi labiolingual gigi insisivus sentral
yang diukur secara linier pada model studi (I1 RA) dan pengukuran
secara anguler pada sefalogram lateral dengan menggunakan
referensi bidang palatal (U1 PP) didapatkan koefisien korelasi
(r) sebesar +0.33 dengan probabilitas (p) sebesar 0.01 (p < 0.05),
sedangkan dengan pengukuran anguler yang menggunakan bidang
oklusal sebagai referensi (U1 OP) didapatkan koefisien korelasi
(r) sebesar - 0. 16 dengan probabilitas (p) sebesar 0.21 (p >
0.05). Ini berarti bahwa terdapat hubungan positif, lemah,
bermakna antara pengukuran inklinasi gigi insisvus rahang atas
dengan pengukuran sefalometri dengan referensi bidang palatal
(PP), sedangkan dengan referensi bidang oklusal (OP) tidak
bermakna
Hasil pengujian tersebut di atas
memberikan pengertian bahwa hasil pengukuran inklinasi
labiolingual gigi insisivus sentral secara linier pada model studi
rahang atas, jika akan dirujuk ke hasil pengukuran anguler pada
sefalogram lateral akan lebih tepat jika pengukuran anguler
tersebut menggunakan referensi bidang palatal (PP) dibandingkan
menggunakan bidang oklusal (OP). Peningkatan hasil pengukuran
secara linier pada model studi jika menggunakan bidang palatal
(PP) sebagai referensi akan didapatkan hasil pengukuran anguler
yang meningkat pula pada sefalogram lateral
Pada rahang bawah, antara pengukuran
inklinasi labiolingual gigi insisivus sentral yang diukur secara
linier pada model studi (I1 RB) dan pengukuran secara anguler pada
sefalogram lateral dengan menggunakan referensi bidang mandibula
(L1 MP) didapatkan koefisien korelasi (r) sebesar +0.23 dengan
probabilitas (p) sebesar 0.08 (p > 0.05), sedangkan dengan
pengukuran anguler yang menggunakan bidang oklusal sebagai
referensi (L1 OP) didapatkan koefisien korelasi (r) sebesar
-0.60 dengan probabilitas (p) sebesar 0.02 (p < 0.05). Ini berarti
bahwa terdapat hubungan negatif, lemah, bermakna antara
pengukuran inklinasi gigi insisvus rahang atas dengan pengukuran
sefalometri dengan referensi bidang oklusal (OP) sedangkan dengan
bidang mandibular (MP) tidak bermakna (Tabel II).
Pengukuran secara linier inklinasi gigi
insisvus rahang bawah pada model studi, jika akan di
interpretasikan ke pengukuran anguler pada sefalogram lateral akan
lebih tepat jika menggunakan bidang oklusall (OP) sebagai
referensi dibandingkan dengan menggunakan bidang mandibula (MP).
Peningkatan hasil pengukuran secara linier pada model studi rahang
bawah jika menggunakan bidang oklusal (OP) sebagai referensi akan
didapatkan hasil pengukuran anguler yang semakin menurun
(mengecil) pada sefalogram lateral.
KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Pada rahang atas terdapat
korelasi positif, lemah, bermakna antara pengukuran linier pada
model studi dan pengukuran anguler pada sefalogram lateral yang
menggunakan referensi bidang palatal, tetapi tidak bermakna jika
menggunakan referensi bidang oklusal, sedangkan pada rahang bawah
didapatkan korelasi negatif, lemah bermakna pada penggunaan
bidang oklusal sebagai referensi pengukuran pada sefalogram
lateral, tidak bermakna pada penggunaan bidang mandibula sebagai
referensi pengukuran.
2.
Pengukuran secara linier
inklinasi labiolingual gigi insisivus sentral pada model studi
mempunyai korelasi lemah tetapi bermakna dengan pengukuran pada
sefalogram lateral jika menggunakan referensi bidang palatal untuk
rahang atas dan bidang oklusal untuk rahang bawah.
DAFTAR PUSTAKA
-
Burstone, C.J., 1967, Lip posture and
its significance in treatment planning, Am. J. Orthod.,
53 (1) :28-37
-
Waldman, B.H, 1982, Change in lip
contour with maxillary incisor retraction, The Angle Orthod,
52 (2) :129-134.
-
Talass, M.F., Talass, L., and Baker,
R. C., 1987, Softtissue profil changes resulting from
retraction of maxillary incisors, Am. J. Orthod., 91
(6): 668-686.
-
Howe, R.P., Mc Namara, J.A., and,
OConnor, K.A.,1983, An examination of dental crowding and its
relationships to tooth size and arch dimension, Am. J.
Orthod.,83 (5) : 363-373.
-
Andrews,L.F.,1972.Six keys to
normalocclusion, Am. J. Orthod., 62:296 609.
-
Bastien,G.B. and Truitt J.W.,19--,
AppliedOrthodontic Therapy The Straight Arch Appliance,
3:31-42
-
Jacobson, A., 1995, Radigraphic
Cephalometry, From Basics to Videoimaging, Quintessence
Pubblishing Co, Inc. Chicago
-
Kusnoto, E.,1977, Penggunaan
Cephalometri Radiografi dalam Bidang Orthodonti, Universitas
Trisakti, Jakarta.
-
Rakowsi, T. 1982, An Atlas and
Manual of Cephalomertric Radiography, Wolfe Medical
Publications Ltd., Worcester.
-
Soemardi dan Schonbaum,
P.,1972, Buku Penuntun Orthodonti, Rake Press-Sarasin,
Jogjakarta : 95 -100ntra
|
|
|
|
|
|